Rabu, 01 Februari 2012

DIARE

1.  ANNAS  ANSHORI       ( A101.15.004 )
2.  AYU  KUSUMADANI      ( A101.15.006 )
3.  AYU  MUSTIKAWATI     ( A101.15.007 )
4.  ESTI  KARTIKA  W.    ( A101.15.016 )
5.  INDAH  MARITASARI    ( A101.15.022 )



DIARE

A.   Pengertian  Diare
Penyakit Diare merupakan suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi tinja lebih dari biasanya (3 kali atau lebih dalam 1 hari).

B.   Penyebab Diare
·       Infeksi oleh bakteri, virus atau parasit.
·       Alergi terhadap makanan atau obat tertentu.
·       kelebihan vitamin C dan biasanya disertai sakit perut, dan seringkali mual dan muntah
·       Infeksi oleh bakteri atau virus yang menyertai penyakit lain seperti: Campak, Infeksi telinga, Infeksi tenggorokan, Malaria, dll.
·       Pemanis buatan

C.    Penularan Diare
Penularan penyakit diare adalah kontak dengan tinja yang terinfeksi secara langsung, seperti :
©  Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor.
©  Bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apalagi pada bayi sering memasukan tangan/ mainan / apapun kedalam mulut. Karena virus ini dapat bertahan dipermukaan udara sampai beberapa hari. 
©   Pengunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan benar
©   Pencucian dan pemakaian botol susu yang tidak bersih.
©  Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar atau membersihkan tinja anak yang terinfeksi, sehingga mengkontaminasi perabotan dan alat-alat yang dipegang.

D.    Fisiologi  Diare
Patofisiologi dasar terjadinya diare adalah absorpsi yang berkurang dan atau sekresi yang meningkat.
Adapun mekanisme yang mendasarinya adalah :
1.     Mekanisme  Sekretorik
diare sekretorik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus. Hal ini terjadi, bila absorpsi natrium oleh villi gagal sedangkan sekresi klorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat. Kalau pada diare infeksi prinsip dasarnya adalah kemampuan bakteri mengeluarkan toksin-toksin yang bertindak sebagai reseptor untuk melekat pada enterosit, merusak membran enterosit dan kemudian menghancurkan membran enterosit, mengaktifkan enzim-enzim intraseluler sehingga terjadi peningkatan sekresi, sehingga terjadi diare sekresi. Tapi jika ada kerusakan enterosit, maka disamping diare sekresi juga dapat terjadi diare osmotik tergantung dari derajat kerusakannya.

2.    Mekanisme  Osmotik
Diare osmotik terjadi karena tidak dicernanya bahan makanan secara maksimal, akibat dariinsufisiensi enzim. Makanan dicerna sebagian, dan sisanya akan menimbulkan beban osmotik intraluminal bagian distal. Hal ini memicu pergerakan cairan intravascular ke intraluminal, sehingga terjadi okumulasi cairan dan sisa makanan. Di kolon sisa makanan tersebut akan didecomposisi oleh bakteri-bakteri kolon menjadi asam lemak rantai pendek, gas hydrogen danlain-lain. Adanya bahan-bahan makanan yang sudah didecomposisi ini menyebabkan tekanan osmotik intraluminal kolon akan lebih meningkat lagi, sehingga sejumlah cairan akan tertarik lagi ke intraluminal kolon sehingga terjadi diare osmotik.

Secara Umum Terjadinya Diare
Di dalam usus besar terjadi penyerapan air dan elektrolit. Diare kebanyakan disebabkan oleh beberapa infeksi virus tetapi juga seringkali akibat dari racun bakteria. Pada waktu ada bakteri atau racun yang masuk bersama makanan, maka usus besar akan mensekresi air ke lumen usus sehingga terjadi pengenceran. Dalam sigmoid akan memberi distensi walaupun jumlah feses hanya sedikit sehingga akan masuk ke rectum dan menimbulkan rangsang defekasi. 

E.    Mekanisme  Diare
bakteri atau toksin (racun) masuk Intestinum Crassum Intestinum Crassum yang semula mengabsorbsi air dan mineral berubah menjadi mensekresi air untuk mengencerkan kadar toksin yang ada dalam usus besar feces menjadi cair colon sigmoid recktum menyentuh Musculus Sphingterani Internus dan merangsang terjadinya defekasi. Namun Musculus Sphingterani Eksternus masih dapat menahan sehingga kita dapat menentukan kapan kita akan buang air besar. Dan ini terjadi terus menerus sampai toksin dalam Intestinum Crassum habis.

F.    Gejala Penyakit Diare
Gejala yang biasanya ditemukan adalah buang air besar terus menerus disertai mual dan muntah. Tetapi gejala lainnya yang dapat timbul antara lain pegal pada pungung, dan perut berbunyi.

G.   Keuntungan dan Kerugian Diare
Keuntungan  Diare :
Ø  Sebagai pertahanan tubuh
Ø  Dapat mengeluarkan racun dan bakteri yeng terdapat dalam usus besar

Kerugian Diare :
    o    Dehidrasi
o    Merasa tidak nyaman
o    Badan terasa lemas
H.   Pencegahan penyakit Diare
¹  Penyiapan makanan yang higienis
¹  Penyediaan air minum yang bersih
¹  Cuci tangan sebelum makan
¹  Buang air besar pada tempatnya (WC, toilet)
¹  Berantas lalat agar tidak menghinggapi makanan
¹  Lingkungan hidup yang sehat

I.      Pengobatan Diare
Pengobatan diare sebenarnya merupakan hal yang sangat sederhana, apalagi jika kita telah mengenal bagaimana sanitasi dan hygiene (kebersihan) yang baik. Ketika seseorang terserang diare, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meringankan penyakit sehingga membantu mengatasi diare.
Ø  Sebaiknya hindari susu atau sari buah (jus) apalagi jika tidak dipasteurisasi. Ini akan memperparah penanganan diare.
Ø  Selama dilakukan pengobatan diare cobalah hindari makanan berminyak atau berlemak. Bayi dan anak-anak harus didorong untuk makan pisang, nasi, saus apel, dan roti bakar – yang disebut diet BRAT – kombinasi digunakan selama beberapa dekade untuk pengobatan diare. Jika dalam penanganan diare disertai dengan mual, hindari minuman beralkohol dan makanan pedas selama beberapa hari.
Ø  Lanjutkan aktivitas yang biasa dilakukan jika dalam pengobatan diare tapi hindari olahraga berat sampai merasa lebih baik karena meningkatkan risiko dehidrasi, hal ini akan sangat membantu pengobatan diare yang dilakukan.

J.      Daf tar Pustaka

Fisiologi Ovulasi Dan Fertilisasi

1.      Agustina Ayu P.           (A.101.15.001)
2.     Ekha Kusumawati NH.  (A.101.15.013)
3.     Handini L.                      (A.101.15.019)
4.     Ika Suryaning M.           (A.101.15.021)
5.     Intan Nenggar H.           (A.101.15.023)


FISIOLOGI OVULASI DAN FERTILISASI

A.  Fisiologi Ovulasi
1.   Pengertian Ovulasi
Proses yang terjadi sebelum ovulasi – konsepsi dan implantasi hasil konsepsi merupakan masalah komplek dan tak sepenuhnya diketahui. Ovulasi merupakan akibat dari kerjasama antara hipotalamus – hipofisis – ovarium – endometrium. Ovarium memiliki 2 peran utama :
*    Fungsi endokrin : menghasilkan estrogen dan progesteron untuk mempersiapkan endometrium menerima hasil konsepsi
*    Gametogenesis dan ovulasi
OVULASI merupakan proses pelepasan telur yang telah matang tersebut dari dalam rahim untuk kemudian berjalan menuju tuba falopi untuk dibuahi. Proses ini biasanya terjadi 16 hari setelah hari pertama siklus menstruasi atau 14 hari sebelum haid berikutnya.

2.   Proses Ovulasi
a.   Fase pra-ovulasi
Pada fase pra-ovulasi atau akhir siklus menstruasi, hipotalamus mengeluarkan hormon gonadotropin. Gonadotropin merangsang hipofisis untuk mengeluarkan FSH. Adanya FSH merangsang pembentukan folikel primer di dalam ovarium yang mengelilingi satu oosit primer. Folikel primer dan oosit primer akan tumbuh sampai hari ke-14 hingga folikel menjadi matang atau disebut folikel de Graaf dengan ovum di dalamnya. Selama pertumbuhannya, folikel juga melepaskan hormon estrogen. Adanya estrogen menyebabkan pembentukan kembali (proliferasi) sel-sel penyusun dinding dalam uterus dan endometrium. Peningkatan konsentrasi estrogen selama pertumbuhan folikel juga mempengaruhi serviks untuk mengeluarkan lendir yang bersifat basa. Lendir yang bersifat basa berguna untuk menetralkan sifat asam pada serviks agar lebih mendukung lingkungan hidup sperma.

b.   Fase Ovulasi
Pada saat mendekati fase ovulasi atau mendekati hari ke-14 terjadi perubahan produksi hormon. Peningkatan kadar estrogen selama fase pra-ovulasi menyebabkan reaksi umpan balik negatif atau penghambatan terhadap pelepasan FSH lebih lanjut dari hipofisis. Penurunan konsentrasi FSH menyebabkan hipofisis melepaskan LH. LH merangsang pelepasan oosit sekunder dari folikel de Graaf. Pada saat inilah disebut ovulasi, yaitu saat terjadi pelepasan oosit sekunder dari folikel de Graaf dan siap dibuahi oleh sperma. Umunya ovulasi terjadi pada hari ke-14.
c.   Fase pasca-ovulasi
Pada fase pasca-ovulasi, folikel de Graaf yang ditinggalkan oleh oosit sekunder karena pengaruh LH dan FSH akan berkerut dan berubah menjadi korpus luteum. Korpus luteum tetap memproduksi estrogen (namun tidak sebanyak folikel de Graaf memproduksi estrogen) dan hormon lainnya, yaitu progesteron. Progesteron mendukung kerja estrogen dengan menebalkan dinding dalam uterus atau endometrium dan menumbuhkan pembuluh-pembuluh darah pada endometrium. Progesteron juga merangsang sekresi lendir pada vagina dan pertumbuhan kelenjar susu pada payudara. Keseluruhan fungsi progesteron (juga estrogen) tersebut berguna untuk menyiapkan penanaman (implantasi) zigot pada uterus bila terjadi pembuahan atau kehamilan.
Proses pasca-ovulasi ini berlangsung dari hari ke-15 sampai hari ke-28. Namun, bila sekitar hari ke-26 tidak terjadi pembuahan, korpus luteum akan berubah menjadi korpus albikan. Korpus albikan memiliki kemampuan produksi estrogen dan progesteron yang rendah, sehingga konsentrasi estrogen dan progesteron akan menurun. Pada kondisi ini, hipofisis menjadi aktif untuk melepaskan FSH dan selanjutnya LH, sehingga fase pasca-ovulasi akan tersambung kembali dengan fase menstruasi berikutnya.
  
B.  Fisiologi Fertilisasi
1.   Pengertian Fertilisasi
Fertilisasi adalah suatu peristiwa penyatuan antara sel mani/sperma dengan sel telur di tuba falopii. Pada saat kopulasi antara pria dan wanita (sanggama/coitus), dengan ejakulasi sperma dari saluran reproduksi pria di dalam vagina wanita, akan dilepaskan cairan mani yang berisi sel–sel sperma ke dalam saluran reproduksi wanita. Jika sanggama terjadi dalam sekitar masa ovulasi (disebut ”masa subur” wanita), maka ada kemungkinan sel sperma dalam saluran reproduksi wanita akan bertemu dengan sel telur wanita yang baru dikeluarkan pada saat ovulasi.
Untuk menentukan masa subur, dipakai 3 patokan, yaitu :
a.   Ovulasi terjadi 14 ± 2 hari sebelum haid yang akan datang.
b.   Sperma dapat hidup & membuahi dalam 2-3 hari setelah ejakulasi.
c.   Ovum dapat hidup 24 jam setelah ovulasi
Pertemuan / penyatuan sel sperma dengan sel telur inilah yang disebut sebagai pembuahan atau fertilisasi. Dalam keadaan normal in vivo, pembuahan terjadi di daerah tuba falopii umumnya di daerah ampula / infundibulum.

2.   Proses Fertilisasi
a.   Penetrasi sperma
Oosit sekunder mengeluarkan fertilizin untuk menarik sperma agar mendekatinya. Sperma harus menembus lapisan-lapisan yang mengelilingi oosit sekunder dengan cara mengeluarkan enzim hialuronidase untuk melarutkan senyawa hialuronid pada corona radiata, lalu mengeluarkan akrosin untuk menghancurkan glikoprotein pada zona pelusida dan anti fertilizin agar dapat melekat pada oosit sekunder.
b.   Proses di sel telur
Sel-sel granulosit di bagian korteks oosit sekunder mengeluarkan senyawa tertentu agar zona pelusida tidak dapat di tembus oleh sperma yang lainnya. Penetrasi sperma akan merangsangsel telur untuk menyelesaikan proses meiosis II yang menghasilkan 3 badan polar dan satu ovum (inti oosit sekunder)

c.   Setelah penetrasi
Setelah sperma memasuki oosit sekunder, inti atau nukleus pada kepala sperma akan membesar dan ekor sperma akan berdegenerasi.
d.   Penggabungan inti
Terjadi penggabungan inti sperma yang mengandung 23 kromosom (haploid) dengan inti ovum yang mengandung 23 kromosom (haploid) sehingga menghasilkan zigot.
Dari 60 – 100 juta sperma yang diejakulasikan ke dalam vagina pada saat ovulasi, beberapa juta berhasil menerobos saluran heliks di dalam mukus serviks dan mencapai rongga uterus beberapa ratus sperma dapat melewatipintu masuk tuba falopii yang sempit dan beberapa diantaranya dapat bertahan hidup sampai mencapai ovum di ujung fimbrae tuba fallopii. Hal ini disebabkan karena selama beberapa jam, protein plasma dan likoprotein yang berada dalam cairan mani diluruhkan.
Reaksi ini disebut reaksi kapasitasi. Setelah reaksi kapasitasi, sperma mengalami reaksi akrosom, terjadi setelah sperma dekat dengan oosit. Sel sperma yang telah menjalani kapasitasi akan terpengaruh oleh zat – zat dari korona radiata ovum, sehingga isi akrosom dari daerah kepala sperma akan terlepas dan berkontak dengan lapisan korona radiata. Pada saat ini dilepaskan hialuronidase yang dapat melarutkan korona radiata, trypsine – like agent dan lysine – zone yang dapat melarutkan dan membantu sperma melewati zona pelusida untuk mencapai ovum. Hanya satu sperma yang memiliki kemampuan untuk membuahi, karena sperma tersebut memiliki konsentrasi DNA yang tinggi di nukleusnya, dan kaputnya lebih mudah menembus karena diduga dapat melepaskan hialuronidase. Sekali sebuah spermatozoa menyentuh zona pelusida, terjadi perlekatan yang kuat dan penembusan yang sangat cepat. Setelah itu terjadi reaksi khusus di zonpelusida (zone reaction) yang bertujuan mencegah terjadinya penembusan lagi oleh sperma lainnya. Dengan demikian, sangat jarang sekali terjadi penembusan zona oleh lebih dari satu sperma.

Pada saat sperma mencapai oosit, terjadi :
a.   Reaksi zona / reaksi kortikal pada selaput zona pelusida
b.   Oosit menyelesaikan pembelahan miosis keduanya, menghasilkan oosit definitif yang kemudian menjadi pronukleus wanita
c.   Inti sperma membesar membentuk pronukleus pria.
d.   Ekor sel sperma terlepas dan berdegenerasi.
e.   Pronukleus pria dan wanita. Masing – masing haploid, bersatu dan membentuk zygot yang memiliki jumlah DNA genap / diploid.
Keterangan :
A, B, C dan D : Ovum dengan korona radiata
E : Ovum dimasuki spermatozoa
F dan G : Pembentukan benda kutub kedua dan akan bersatunya kedua
pronukleus yang haploid untuk menjadi zigot

DAFTAR PUSTAKA


Fisiologi Respirasi




1.      Bertha Krismalawati            ( A.101.15.010 )
2.      Dewi Purwanti                     ( A.101.15.012 )
3.      Kiki Mulyani Putri               ( A.101.15.024 )
4.      Mahardika Dian K               ( A.101.15.025 )
5.      Mira Rizkianti                     ( A.101.15.026 )


FISIOLOGI RESPIRASI

A.   PENGERTIAN
Respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan oksigen, pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan energi di dalam tubuh. Manusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang karbondioksida ke lingkungan.

Respirasi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu :
1.    Respirasi Luar yang merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara darah dan udara.
2.    Respirasi Dalam yang merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran darah ke sel-sel tubuh.

         Dalam respirasi  terjadi proses :
Ø  Inspirasi adalah proses dimana terjadinya kontraksi iga, diafragma, otot dada, otot perut dan pengembangan paru –paru sehingga  O2 masuk yang menyebabkan  diameter rongga dada membesar, volume membesar, tekanan kecil (-) .

Ø  Ekspirasi adalah proses dimana terjadinya relaksasi iga, diafragma, otot dada, otot perut dan elastisitas paru-paru sehingga CO2 keluar  yang  menyebabkan diameter rongga dada mengecil, volume mengecil, tekanan besar (+).


Saluran Pernapasan
A.   Hidung
Bagian-bagian dari hidung :
1.    Nares anterior
2.    Rongga hidung
3.    Sinus Paranasales
4.    Pembuluh darah di hidung
5.    Persarafan hidung
6.    Aliran lymph di hidung
Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung.
B.   Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal). Orofaring adalah bagian dari faring merrupakan gabungan sistem respirasi dan pencernaan.
C.   Laring
tersusun atas tulang rawan dan terdapat selaput suara yang akan bergetar saat kita mengeluarkan suara
D.   Trachea
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.
E.   Bronkus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis.
F.    Bronkiolus
Bronkiolus merupakan percabangan dari  bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.

G.   Alveoli
Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan.


B.   PROSES RESPIRASI
      Di dalam hidung terdapat vestibulum nasi, bulu-bulu  hidung, glandula, sacrum nasi, cavum nasi, dan concha.
      Di dalam hidung, rambut pada vestibulum nasi menahan benda kecil yang ikut udara pernafasan. Udara akan mengalir melalui meatus nasi. Dalam rongga naal udara akan mengalami mekanisme AIR CONDITIONING dimana udara akan mengalami :
            - penyaringan
            - pemanasan
            - kelembaban
 .
      Kemudian masuk ke faring, selanjutnya udara masuk ke laring dan menuju trakea.
      Sampai trakea udara masuk ke percabangan bronkus, bronkiolus dan berujung di alveoli.
      Di alveoli terjadi proses difusi, dimana terjadi pertukaran CO2 dan O2.
      Pada proses ini udara masuk ke alveoli yang menyebabkan alveoli jenuh akan O2, sedangkan kapiler cabang arteri pulmonalis jenuh akan CO2, sehingga terjadi pertukaran O2 dari alveoli ke kapiler cabang vena pulmonalis dan CO2 dari kapiler arteri ke alveoli.

Reaksi antara O2 dan hemoglobin.

Setelah difusi maka selanjutnya terjadi proses transportasi oksigen ke sel-sel yang membutuhkan melalui darah dan pengangkutan karbondioksida sebagai sisa metabolisme ke kapiler paru. Sekitar 97 - 98,5% Oksigen ditransportasikan dengan cara berikatan dengan Hb (Hb O2/oksihaemoglobin,) sisanya larut dalam plasma. Sekitar 5- 7 % karbondioksida larut dalam plasma, 23 – 30% berikatan dengan Hb(Hb CO2/karbaminahaemoglobin) dan 65 – 70% dalam bentuk HCO3 (ion bikarbonat). Molekul O2 berikatan secara reversibel dengan bagian heme dari hemoglobin artinya saat pO2 tinggi misal pada kapiler maka O2 berikatan dengan hemoglobin . Namun saat pO2 rendah misal pada kapiler jaringan maka O2 akan melepaskan diri dari ikatan dengan hemoglobin. Hal ini merupakan dasar transport O2 dari paru ke jaringan oleh darah.

C.   JENIS PERNAFASAN
      Pernafasan abdominal / pernafasan perut  dimana saat inspirasi otot diafragma kontraksi mendesak isi perut ke bawah dan udara masuk sedang waktu ekspirasi dinding perut kembali masuk ke dalam.
      Penafasan torakal bila pada saat inspirasi dan ekspirasi tampak elevasi dan depresi dinding dada sehingga tampak kembang kempis.
      Pernafasan torako – abdominal merupakan pernafasan yang menggunakan gabungan kedua cara di atas.

Tipe pernafasan dipengaruhi oleh :
       - posisi seseorang
       - keadaan dinding dada/perut
       - penyakit pada dinding dada, paru, maupun saraf .

DAFTAR PUSTAKA

http//:anatomi%20fisiologi%20saluran%20pernafasan%20_%20NursingBegin.html
http//:fisiologi-sistem-respirasi.html
http//:kerja_paru_paru_manusia_info2025.html
http//:Sistem-Pernafasan.html
http//:sistem-respirasi-pada-manusia-untuk.html